TEMPAT PEMBENIHAN

LAB PEMBENIHAN BIBIT BIOTEAK (Super Grow)




Pembenihan di ruang Steril


Hasil Pembenihan




Ruang penyimpanan benih


Benih di simpan agar berkecambah



Bibit Biotek hasil pembenihan


Benih di semai agar cepat tumbuh


Inilah hasil dari penyemaian


Benih di pisahkan dalam plastik


bibit disimpan sampai siap tanam


penyeleksian bibit




bibit siap tanam


Bio teak unggulan



SELAMATKAN BUMI KITA

Senin, 28 April 08
”Earth is enough to satisfy every man’s need, but not every man’s greed.”
“Alam ini akan selalu mampu mencukupi kebutuhan makan bagi penghuninya, tetapi tidak mampu untuk mencukupi satu saja manusia yang rakus”

Mahatma Gandhi
Pengantar
Setiap tanggal 22 April 2008 kita memperingati hari Bumi, planet yang telah berusia kurang lebih 5.500.000.000 tahun. Hari Bumi ini di Indonesia sebenarnya tidak lazim diperingati sebelum tahun 1972, apalagi saat itu kekayaan alam kita masih sangat banyak dan kondisi lingkungan hidup kita masih jauh lebih baik, sehingga rasanya pada saat itu orang Indonesia masih “belum perlu” merasa khawatir untuk menyelamatkan bumi dan lingkungannya.
Gagasan hari bumi sendiri muncul dari seorang senator dari Amerika Serikat Gaylorfd Nelson yang menyaksikan betapa menurunnya kualitas lingkungan di bumi yang hanya satu-satunya tempat hidup manusia. Kerusakan yang juga disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri sudah kian menjadi-jadi, sehingga setelah menyampaikan pidatonya di Seattle pada tahun 1969, Gaylorfd bersama dengan teman-teman LSM, 1500 perguruan tinggi, dan 10.000 sekolah, turun ke jalan untuk mengadakan aksi penyelamatan bumi dari kerusakan.
Segera setelah aksi tersebut berturut-turut terjadi pergerakan dalam upaya penyelamatan bumi mulai dari Konferensi Tingkat Tinggi Lingkungan Hidup pada tahun 1972 di Stockholm, konferensi tingkat dunia yang membicarakan lingkungan dunia global di Rio de Janeiro pada tahun 1992 yang menyepakati Forestry Principle yang menekankan pentingnya hutan bagi masa depan umat manusia.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah kita memiliki persetujuan yang mengikat secara hukum berkaitan dengan perlindungan lingkungan hidup untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yaitu melalui Protocol Kyoto. Tetapi agar kesepakatan tersebut dapat dilaksanakan secara operasional, maka harus diratifikasi oleh 55 negara. Ratifikasi tersebut juga harus mencakup negara penghasil 55% emisi gas rumah kaca dunia, yang berarti bahwa negara-negara industri besar harus meratifikasinya. Pada saat itu hanya sedikit negara industri besar yang meratifikasinya, hingga terselenggaranya konferensi Global Warming baru-baru yang diadakan di Bali yang menghasilkan Bali Roadmap, hanya tinggal Amerika Serikat yang masih belum meratifikasinya.
Indonesia sebagai “Zamrud Katulistiwa”
Indonesia yang dikenal sebagai zamrud khatulistiwa adalah sebuah negara kepulauan yang terbentang antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Lebih dari 17.000 pulau telah tercatat, 6.000 di antaranya merupakan pulau berpenghuni. Indonesia juga diberkahi dengan lintasan khatulistiwanya di area Asia Tenggara. Luas total daratan mencapai 1.811.570 km2 dan 63 persen (1.134.330 km2) masih berupa hutan. Sementara itu luas total wilayah air adalah 317 juta hektare termasuk zona ekonomi eksklusif (ZEE) 473 ribu hektare. Penduduknya terdiri dari 600 kelompok etnik, diperkirakan jumlahnya telah mencapai 210 juta jiwa pada 2002, dengan hampir 80 persen tinggal di Pulau Jawa (Data BPS dan KLH). Kekayaan alamnya yang memiliki 25.000 hingga 30.000 spesies tumbuh-tumbuhan atau sekitar 10% dari jumlah total spesies tumbuhan yang ada di dunia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari permukaan bumi, saat ini lebih dari 590 spesies tumbuhan di Indonesia dalam resiko akan terancam punah atau telah punah.
Indonesia setidaknya mempunyai 47 ekosistem unik. Walaupun luasnya hanya 1,3 persen dari permukaan dunia, namun 17 persen dari spesies di dunia hidup di Indonesia, melebihi segala bentuk kehidupan dari seluruh Benua Afrika. Dalam hitungan persen, Indonesia setidaknya memiliki 11 persen dari spesies tanaman bunga dunia, 12 persen spesies mamalia dunia, 16 persen dari seluruh spesies amfibi dan reptil, 17 persen dari spesies buning dunia, dan 37 persen dari spesies ikan di dunia. Dalam hal jumlah, Indonesia mempunyai 515 spesies mamalia, peringkat pertama di dunia, dan 36 persen endemik. 122 spesies kupu-kupu, angka tertinggi di dunia, 44 persen endemik. Lebih dari 600 spesies reptil (peringkat ketiga di dunia), 153 spesies burung (28 persen endemik) dan lebih dari 270 spesies amfibi, merupakan peringkat lima besar dunia, serta 28.000 tanaman bunga, menduduki peringkat ketujuh dunia.
Dalam hal kelautan Indonesia menempati pusat Indo-pacific biogeographic kelautan dan posisinya yang strategis antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik sehingga tidak mengherankan jika sangat kaya akan variasi kelautan dan pesisirnya. Misalnya, hutan mangrove terbesar di Asia, padang lamun, dan hamparan terumbu karang. Indonesia mempunyai hutan mangrove seluas 3,8 juta hektare yana menempatkan Indonesia sebagai pemilik hutan mangrove terbesar di dunia. Disusul oleh Nigeria 3,24 juta hektare dan Australia 1,6 juta hektare. Hampir 2/3 dari perbatasan laut Indonesia ditutupi oleh terumbu karang yang diperkirakan mencapai 7.500 km2. Banyak kehidupan yang bergantung pada keberlangsungan eksistensi terumbu karang, seperti pemijahan ikan dan lebih dari 200 jenis ikan hias (Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Konphalindo, Atlas of Biodiversity in Indonesia. Jakarta. 1995)
Hal ini hanya untuk menunjukkan betapa Indonesia itu kaya akan potensi yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat Indonesia dengan konsep lestari dan berkeadilan. Kerusakan ekosistem dan lingkungan di Indonesia akan mempengaruhi dunia, karena potensi hal tersebut di atas. Akan tetapi Indonesia menerapkan kebijakan yang salah kaprah, dengan dukungan negara-negara industri besar dunia terjadi perusakan besar-besaran, sehingga berdampak pada diri sendiri dan dunia. Anehnya setelah rusak, kita yang dipersalahkan dan diminta harus menanggung beban tersebut.
Kerusakan Hutan Indonesia Awal Malapetaka
Kerusakan hutan merupakan awal dari siklus penurunan kualitas lingkungan hidup, karena hutan merupakan bagian terpenting dalam siklus ekologi. Kerusakan hutan di Indonesia sudah dalam tingkat yang membahayakan. Pemerintah daerah dengan adanya otonomi daerah berlomba-lomba mengeruk sumber daya hutannya untuk mencukupi kebutuhan dana pembangunan daerahnya, yang sering menguntungkan perseorangan atau kelompok elit daerah. Bahkan kadangkala tidak adanya rencana yang sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan hidup, kalaupun ada sering dilanggar, daerah-daerah yang “haram” untuk disentuh, seperti Taman Nasional, Hutan Lindung, dan sejenisnya, terpaksa harus dibabat atas nama kebutuhan “rakyat”. Jika perijinan sulit, maka jurus-jurus lama dikeluarkan melalui upaya tidak terpuji yang justru melibatkan aparat yang seharusnya bertugas menjaganya. Dengan prinsip “semakin banyak pihak yang terlibat, maka akan semakin aman dan lancar upaya ilegal loging dan pencurian kayu hutan”.
Akibatnya tercapailah prestasi terbesar pemerintah yaitu diraihnya predikat untuk Indonesia sebagai negara dengan laju kerusakan hutan (deforestasi) yang tercepat di dunia (Guinness Book of World Records – April 2007). Indonesia dinilai bertanggung jawab atas menciutnya kapasitas paru-paru dunia dan juga dituduh sebagai negara yang membiarkan berlangsungnya illegal loging dan pembakaran hutan untuk lahan perkebunan. Indonesia bersama Papua Nugini dan Brasil mengalami kerusakan hutan terparah sepanjang kurun 2000-2005. Menurut Badan Pangan Dunia (FAO), Indonesia menghancurkan kira-kira 51 kilometer persegi hutan setiap harinya, yang nilainya setara dengan hancurnya 300 lapangan bola setiap jam. Hal ini disebabkan oleh karena hutan alam Indonesia secara legal dieksploitasi di bawah kebijakan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Kedua kebijakan ini membuka peluang eksploitasi hutan yang menguntungkan para taipan pemegang konsesi. Sistem HPH dan HTI sangat bertanggung jawab atas percepatan laju deforestasi di Indonesia.
Departemen Kehutanan mengeluarkan angka deforestasi Indonesia sepanjang tahun 1997-2000 sebesar 2.84 juta hektar per tahun, sedangkan sepanjang tahun 2000-2005 mencapai 1.8 juta hektar per tahun. Menurut Green Peace luas hutan Indonesia pada tahun 1950 berjumlah 162 juta hektar (84%), kemudian menjadi 119 juta hektar (64%) pada tahun 1985, dan terus menurun pada tahun 1997 menjadi 98 juta hektar (50%), hingga kini (2005) tersisa 85 juta hektar (43%). Menurut GreenPeace, dalam separuh abad terakhir Indonesia telah kehilangan separuh dari hutannya, sehingga yang tersisa adalah 55 juta hektar, tetapi Departemen Kehutanan mencatat luas hutan Indonesia 133.57 juta hektar. Dari luas hutan tersebut jumlah hutan Papua yang masih tersisa seluas 40.546.360 hektar. Hutan gambut di Indonesia yang mencapai 22,5 juta hektar dan di Riau menyimpan hampir separuhnya, sebentar lagi sudah tinggal kenangan. Padahal dengan dilakukannya konversi hutan gambut tersebut berakibat dilepaskannya 1.100 juta ton Co2 (Karbondioksida) per tahun ke atmosfir Indonesia, yang menjadi biang keladi “Green House Effect” (Cifor, 2007).
Belum lagi di sektor kelautan, sektor dalam bidang kelautan yang paling parah mengalami kerusakan adalah hutan mangrove dan terumbu karang, akibat dari sistem pertanian dan pertambakan yang tidak terencana dan terkontrol. Diperkirakan hanya tinggal 60 persen hutan mangrove kita masih dalam kondisi baik, namun pada saat yang sama lebih dan 840.000 hektare hutan mangrove akan diubah menjadi lahan pertambakan. Terumbu karang yang merupakan habitat kehidupan laut juga mengalami ancaman hebat. Terutama dari praktik penangkapan ikan yang destruktif, yaitu dengan pemboman ataupun pemakaian racun. Sektor pariwisata juga mengancam kehidupan terumbu karang dengan pemakaian terumbu karang sebagai pondasi dari cottage yang dibangun untuk kepentingan industri pariwisata.
Jadi berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup tahun 2006 dapat diambil kesimpulan bahwa kerusakan alam kita sudah sangat parah, mulai dari air, udara, dan lahan atau hutan. Ketersediaan air bersih cenderung menurun sebesar 15-35 % per kapita per tahun, karena kerusakan lingkungan di daerah tangkapan air, sehingga saat hujan tidak banyak air yang meresap ke dalam tanah, dan sebagian lagi mengalir menjadi aliran permukaan yang mengakibatkan banjir, sebaliknya di musim kemarau, ancaman kekeringan semakin besar karena kurangnya ketersediaan air. Terjadinya penurunan kualitas air karena masuknya bahan pencemar air dari limbah industri, air limbah domestik maupun sampah. Terjadi pula penurunan kualitas udara yang sangat seius, khususnya di kota-kota besar akibat emisi yang masuk ke udara ambient melebihi daya dukung lingkungan. Kondisi sumberdaya lahan dan hutan kita ditandai dengan kerusakan lahan dan hutan mencapai 59.2 juta ha dengan laju deforestasi mencapai 1.19 juta ha per tahun.
Dampak Investasi Asing Pada Kerusakan Lingkungan
Investasi asing turut juga menyumbangkan kerusakan bumi Indonesia. Selain merugikan karena hasil bumi kita dikeruk hanya untuk kepentingan bangsa asing dan sedikit dari elite kekuasaan, juga akibat jangka panjang untuk generasi selanjutnya adalah kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan ini secara luas dan masif sudah terjadi sejak tiga dekade terakhir. Ditandai dengan kelahiran tiga paket UU yang membuka peluang eksploitasi sumber daya alam Indonesia secara masif, yaitu UU Kehutanan 1967, UU Pertambangan 1967, dan UU Penanaman Modal Dalam dan Luar Negeri 1967. Akibatnya terjadi dampak yang mengerikan yaitu banyak investor asing yang masuk ke Indonesia yang mengeksploitasi sumberdaya alam Indonesia tanpa aturan perlindungan lingkungan dan kesadaran lingkungan yang belum berkembang seperti sekarang, sehingga mereka beroperasi tanpa dibebani kewajiban sosial dan lingkungan. Bahkan, oposisi dari masyarakat baru muncul pada tahun 1980-an berupa protes masyarakat atas rusaknya lingkungan mereka akibat aktivitas pertambangan. Sebut saja Suku Amungme dan Komoro di Papua Barat yang bersengketa dengan Freeport mengenai lahan mereka; perusahan minyak Mobil Oil di Aceh, dan tambang Newmont di Sulawesi Utara.
Pada era pemerintahan Bung Karno, dengan tegas beliau menolak meminta pinjaman untuk pembangunan atau membuka lebar-lebar pintu investasi asing. Padahal ketika itu tahun 1945, dimana Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaannya. Bung Karno pada saat itu bahkan ingin agar Indonesia dibangun sendiri oleh pemuda-pemudi terampil yang telah berhasil menempa ilmu baik di dalam dan di luar negeri. Tetapi bukan berarti bahwa Bung Karno anti modal asing. Hal ini tercermin ketika Megawati Soekarnoputri yang saat itu berusia 16 tahun bertanya padanya perihal mengapa Bung Karno tidak segera bertindak untuk mengelola sumber daya alam Indonesia, padahal saat itu istana selalu ramai dikunjungi investor asing yang minta kepada Bung Karno supaya dibolehkan mengeksplorasi dan mengeksploitasi minyak dan sumber daya mineral lainnya. Bung Karno selalu menolak kecuali untuk hal-hal yang sangat urgent dan minimal sekali dalam pemenuhan kebutuhan yang mendesak. Bung Karno menjelaskan kepada Megawati : “Nanti Dis (nama panggilan Mega), kita tunggu sampai kita mempunyai insinyur-insinyur sendiri !”.
Bung Karno ingin menggarap sumber daya mineral yang ada di bumi Indonesia oleh insinyur-insinyur Indonesia sendiri yang sedang disiapkannya. Bung Karno lebih mencintai bangsanya tanpa merugikan orang lain dan memimpikan bangkitnya perusahaan-perusahaan minyak Indonesia seperti Shell, Exxon Mobil, Chevron, Total dan sebagainya. Dalam era Presiden Soekarno utang luar negeri kita hanya sebesar US$ 2 miliar. Sumber daya alam kita praktis utuh. Tetapi memang kondisi ekonomi kita hancur pada saat itu, bahkan inflasi mencapai 600%. Terlantarnya ekonomi dan tidak adanya perhatian terhadap pembangunan ekonomi bukan berarti Bung Karno tidak mengerti ekonomi. Bung Karno tidak mengundang modal asing secara besar-besaran, dan tidak mempersilakan akhli-akhli asing mengendalikan Indonesia, karena Bung Karno mengerti betul konsekuensi jika politik kita tidak berdaulat dan ekonomi kita tidak mandiri. Bung Karno terfokus untuk menggembleng bangsa Indonesia menjadi satu nation yang diikat dengan Tunggal Eka dalam Kebhinekaannya membutuhkan waktu dan prioritas tinggi, sehingga pembangunan ekonominya tidak terlampau tertangani. Selain itu dalam periode tersebut terjadi banyak gangguan seperti pemberontakan DI/TII, RMS, PRRI/Permesta, dan rongrongan dari kekuatan-kekuatan geopolitik.
Setelah Soekarno tumbang oleh kekuatan asing (Amerika), penggantinya Soeharto dengan triumviratnya yaitu Adam Malik dan Hamengkubowono IX, di Genewa bersepakat dengan para kapitalis besar Amerika membagi kekayaan alam Indonesia kepada penguasa modal besar Amerika Serikat tersebut. Papua, Sulawesi, Jawa, dan Sumatera dibagi habis. Sehingga ketika Soeharto berkuasa, segera dibukalah selebar lebarnya pintu investasi asing melalui UU No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Dalam dan Luar Negeri, yang hingga saat ini tidak ada upaya untuk mengambil alih kembali perusahaan tersebut, walaupun insinyur, PhD, dan Professor kita sudah menumpuk. Freeport masih bercokol di Papua, Newmont di Sulawesi, dan Exxon/Caltex di Jawa dan Sumatera. Apakah tenaga ahli kita tidak mampu? Bohong besar… Kekuatan KKN birokrat dan pengusaha asinglah yang mengatur semuanya agar kepentingan penanaman modal negaranya di Indonesia tetap dipertahankan. Biarlah kekayaan alamnya dikeruk mereka dan rakyat Indonesia yang menanggung kerusakan alamnya. Puluhan universitas ternama telah bertahun-tahun mencetak sangat banyak insinyur pertambangan, dan di antaranya banyak yang bergelar Ph.D dan Profesor. Namun 92% dari minyak kita tetap dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan asing hingga saat ini. Pertamina hanya mengeksploitasi 8% saja. Formula kontrak bagi hasil mengatakan 85% untuk Indonesia dan 15% untuk perusahaan minyak asing. Namun kenyataan sampai sekarang, 40% dinikmati oleh perusahaan-perusahaan asing dan 60% oleh bangsa Indonesia. Asing tidak memperoleh 15% sesuai dengan kontrak, karena di dalam kontrak itu ada ketentuan bahwa biaya eksplorasi harus dibayar terlebih dahulu sampai habis (tetapi hingga kini tidak habis habis). Yang tersisa untuk kita adalah kerusakan hutan dan lingkungan.
(Bersambung)
Didiek S.Hargono,
Alumnus Fak.Kehutanan IPB dan Fak. Ekonomi UI
Sedang menyelesaikan Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik – FEUI

Panen Tebang Pilih


Oleh trubus




Kebun jati itu tampak rapat. Dengan jarak tanam 3 m x 3 m total populasi di lahan 2 ha mencapai 2.200 pohon. Pohon-pohon berumur 5 tahun seperti berlomba menggapai angkasa. Kanopi saling bersinggungan. Pemiliknya, Agustaman, berencana menjarangkan tahun depan. Diperkirakan dari1.100 pohon yang ditebang, pekebun di Cariu, Jonggol, Jawa Barat, itu akan menuai 330 m3 kayu.


Dengan penjarangan, pertumbuhan jati meningkat. Sebab, dengan berkurangnya populasi, terjadi perluasan ruang tumbuh. Kompetisi sesama pohon untuk mendapatkan unsur hara pun berkurang. Dampaknya, menurut Herta Pari, bagian Sumberdaya Hayati Perum Perhutani, penjarangan mempercepat pertumbuhan pohon.


Faedah lain, penjarangan memperbaiki struktur lahan. Intensitas sinar matahari meningkat. Itu mempercepat pelapukan daun-daun kering menjadi nutrisi bagi tanaman. Selain itu rumput tumbuh di sekitar tanaman sehingga struktur tanah lebih kuat dan tak mudah erosi.


Hingga panen terakhir, pekebun melakukan penjarangan hingga 4 kali yaitu ketika jati berumur 4, 7, 10, dan 12 tahun. Dengan penjarangan, jarak tanam yang semula 2 m x 2 m menjadi 8 m x 8 m ketika dipanen pada umur 15 tahun, kata Drs Yana Sumarna MSi, peneliti jati di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Menurut master Konservasi Hutan alumnus Institut Pertanian Bogor itu terdapat 4 jenis penjarangan: rendah, tajuk, mekanis, dan seleksi.
Empat kali


Dalam penjarangan rendah, tajuk terjelek dibuang. Yang dimaksud tajuk terjelek adalah cabang pohon yang sakit, mati, atau patah. Pekebun melakukan penjarangan rendah ketika tanaman berumur 4 tahun. Tajuk yang dipotong, acapkali muncul lagi. Oleh karena itu pekebun mesti menjarangkan lagi.


Penjarangan tajuk hanya memotong ranting atau cabang, pohon sama sekali tak ditebang. Kecuali bila tinggi pohon melebihi pohon lain. Penjarangan tajuk dilakukan ketika tanaman berumur 7 tahun. Penjarangan ini menghasilkan kayu yang bisa dijual menjadi tambahan pendapatan pekebun. Dari luasan 1 ha, penjarangan tajuk minimal menghasilkan 500 m3 kayu. Berbeda dengan penjarangan tajuk, penjarangan mekanis dimaksudkan untuk memperlebar jarak antarpohon. Pohon ditebang selang-seling atau yang berada pada jalur sempit. Sedangkan penjarangan seleksi, dilakukan terhadap pohon-pohon yang sesuai kriteria: berdiameter lebih besar, tajuknya rimbun, tanpa menghiraukan posisi maupun umur tajuk.
Wolf von Wulfing


Sebelum menebang, ada perhitungan khusus agar pertumbuhan pohon jati tersisa tetap subur, kata Herta. Tabel Wolf von Wulfing memegang peranan penting dalam perhitungan penjarangan pohon jati. Tabel itu berisi nilai bonita, yaitu kesuburan tanah berkaitan dengan jumlah, tinggi dan umur pohon.


Sistem tebang pilih sudah diterapkan Agus Michael Jocku, pekebun di Manokwari, Papua Barat, pada 1996. Sebelum penjarangan Agus menentukan jumlah pohon yang harus ditebang didua kebun. Kebun Agus masing-masing seluas 1 ha pertama dihuni 1.650 pohon dengan jarak 3 m x 2 m. Kebun lain berisi 3.333 pohon dengan jarak tanam 3 m x 1 m.


Menurut Agus jumlah pohon yang ditebang tidak boleh terlalu banyak, sebab mengakibatkan suhu tanah meningkat 2-3oC. Kenaikan suhu mendadak menyebabkan pengap sehingga pembentukan hidrat arang hasil fotosintesis berkurang dan menghambat pertumbuhan. Saat penebangan diusahakan tidak menimpa pohon sisa yang menyebabkan cabang patah atau luka. Jika terdapat luka, inger-inger, ulat pembusuk kayu jati akan menyerang. Dan sebaiknya dilakukan penjarangan sebelum pancaroba, atau peralihan musim kemarau ke musim hujan.
Banyak Pilihan Kayu Bangsawan





Hingga saat ini 10.000 jati genjah telah dikebunkan Parasman Pasaribu. Namun, rencana penanaman belum surut. Pekebun di Bakauheni, Lampung Selatan, itu berencana memperluasnya. Pada umur 5-7 tahun bisa dijarangkan dan panen berikutnya 3 tahun kemudian, ujar Parasman.


Panen cepat dengan mutu kayu prima memang menjadi alasan pekebun membudidayakan jati genjah. Bandingkan dengan jati konvensional yang dipanen pada umur 60-80 tahun. Walau begitu, warna dan kekuatan kayu jati genjah dan konvensional tidak jauh berbeda.


Hasil jati genjah rata-rata kayu kelas 2, Kata Yana Sumarna, periset Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor. Harganya hampir tak berbeda dengan kayu jati konvensional berumur sama. Sebab, kayunya tetap keras dan tidak getas. Berikut beberapa varietas jati genjah.
Jati emas plus


Sumber induk jati emas plus dari pohon jati genjah tertua di Indonesia. Saat diambil, batang itu baru berumur 5 tahun tetapi tingginya 10-15 m dan berdiameter 25 cm. Pucuknya dikulturjaringankan oleh PT Katama Surya Bumi (KSB), di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bibit hasil kultur jaringan itu tumbuh pesat. Terhitung setelah 6 bulan pertama penanaman, diameter meningkat 0,7 cm dan tinggi 12 cm/bulan. Pada penjarangan pertama pada umur 7 tahun, tinggi jati emas plus mencapai 15 meter dan diameter 27,5 cm. Setelah 15 tahun, jati emas plus siap dipanen dengan diameter 34 cm dan tinggi 17 meter.


Teksturnya kuat dan kokoh, mirip jati konvensional. Itu didapat jika dirawat secara teratur seperti pemupukan pada awal tanam, pembersihan gulma di sekeliling tanaman, dan pemetikan daun-daun tua. Salah satu pekebun yang menanam intensif adalah Noer Soetrisno, sekretaris Menteri Perumahan Rakyat. Ia memberikan pupuk kandang dan zeolit saat awal tanam hingga berumur setahun.


Saat daun bawah menguning, satu per satu dibersihkan agar nutrisi tidak terserap daun itu. Hasilnya, 7.200 jati emasnya di 4 kota menghasilkan keuntungan lebih dari Rp30-juta setelah 4 tahun penanaman. Jati emas tumbuh baik di daerah dengan 3-5 bulan musim kering. Suhu lingkungan 27-36oC dan curah hujan 2000 mm per tahun. Agar jati tumbuh optimal, pH 4,5-6. Menurut Sri Wahyuni dari KSB, hindari penanaman jati emas di lahan bekas singkong, pisang, dan sawah.


Lahan singkong mengandung sianida tinggi, bersifat racun, sehingga tanaman tumbuh kerdil. Sedangkan lahan bekas pisang dan sawah mengandung banyak air, sulit bagi jati membuat perakaran kuat. Walau begitu, jati emas berdaya adaptasi luas, tak hanya ditanam pada dataran rendah, tetapi juga dataran tinggi.
Jati jumbo


Jati jumbo lebih dikenal dengan nama jati solomon lantaran dikembangkan di Kepulauan Solomon, negara di sebelah timur Papua Nugini. Ciri khasnya daun tak terlalu lebar, tetapi tebal dan kuat. Tumbuhnya lurus ke atas. Pasangan daun serasi, berwarna hijau kebiruan. Batang tegak lurus, bulat besar, tahan penyakit, tumbuh sangat cepat, relatif sedikit percabangan, pucuk batang kuat, jarang patah karena badai atau hama, sehingga tanaman dapat tumbuh sempurna.


Tanaman jati jenis lain sering patah di pucuk, maka sosoknya bercabang-cabang. Penanaman cocok di daerah tropis bercurah hujan sekitar 1.000-2.000 mm/tahun, suhu 24-35oC, tanah berkapur, berketinggian di bawah 700 m dpl. Jati jumbo menyukai penyinaran matahari penuh. Oleh karena itu, idealnya jarak tanam 3-3,5 m, sehingga total populasinya 1.000-1.200 pohon/ha. Saat 6 tahun dilakukan penjarangan 500 batang.


Setiap pohon menghasilkan 0,25 m3 kayu dengan harga Rp 2-juta/m3. Itu berarti penjarangan setelah 6 tahun penanaman menghasilkan Rp250-juta. Volume panen lebih tinggi lagi pada umur 20 tahun, kata Teddy Pohan, staf pemasaran PT Tunas Agro Makmur, produsen bibit jati jumbo. Volume yang dihasilkan sekitar 750 m3 dengan mutu lebih baik sehingga harganya mencapai Rp4-juta/m3.
Jati plus perhutani (JPP)


Pada 1976, Perhutani mulai menyeleksi 600 jati unggul di seluruh Indonesia. Dua belas tahun kemudian, jati plus perhutani lahir dengan berbagai kelebihan seperti tumbuh lebih cepat, tahan penyakit dan adaptif di dataran tinggi maupun rendah. Itu termasuk lahan kritis yang tak bernutrisi, kata Harsono dari Pusat Pengembangan Sumberdaya Hutan, Cepu, Jawa Tengah. Tekstur kayu mirip jati konvensional walau tergolong kelas kekuatan III.


Ketika jati berumur satu tahun, tingginya 4 m dan keliling batang 12 cm. Pada umur tiga tahun, tinggi tanaman mencapai 8 m dan keliling batang rata-rata 26 cm. Saat dipanen pada umur 12 tahun, diameter batang sudah mencapai 23 cm dengan tinggi 14 m.
Jati super gama


Super gama berasal dari jati terbaik di Cepu, Jawa Tengah. Warna daun hijau kemerahan. Cara tumbuh maupun perawatan mirip dengan jati genjah lain. Menurut Ir Franky dari Gama Surya Lestari, produsen bibit super gama, tinggi tanaman setelah 3 bulan persemaian 70 cm. Pertumbuhannya mencapai 20 cm per bulan. Saat berumur 1 tahun tingginya 8 m.


Media tanam berupa pupuk kandang dan tanah berasio 1:1. Tempat yang paling cocok di ketinggian lebih dari 600 m dpl. Dengan jarak tanam 2 m x 2 m, total populasi 2.500 pohon/ha. Waktu panen perdana pada umur 7-8 tahun, diperkirakan produksinya 100 m3/ha. Sebab, penjarangan hanya menebang 25% dari total populasi. Saat itu, diameter mencapai 20-25 cm dan tinggi 15 meter. Sisanya, dipanen setelah berumur 13-14 tahun. Saat itu, tinggi pohon mencapai 21 m dengan diameter 30-33 cm. Artinya, panen yang diperoleh cukup singkat itu menghasilkan 450 m3 jati bangsawan.
Jati utama


Berbeda dengan jati genjah lainnya, jati utama diambil dari klon terbaik asal Muna, Sulawesi Tenggara. Lantaran teruji dengan iklim dan lingkungan di luar Jawa, varietas itu lebih cocok jika ditanam di luar Pulau Jawa. Areal penanaman diutamakan pada ketinggian kurang dari 700 m dpl. Cara tumbuh dan perawatannya mirip dengan jati lain.


Menurut pengujian PT Bhumindo Hasta Jaya Utama, pertumbuhan jati utama pada umur 2 tahun mencapai 2-4 meter dengan diameter batang 13 cm. Dengan jarak tanam 2 m x 2 m, total populasi 2.500 pohon per ha. Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 4-5 tahun. Saat itu, dari 1.250 pohon dengan diameter 15 cm dan tinggi 6-7 m menghasilkan 131 m3. Sisa 1.250 batang lainnya dipanen setelah berumur 15 tahun.

PROPOSAL JATI BIOTEAK


I. PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Quantum Investa Manajemen adalah Divisi Manajemen Perkebunan dari Quantum Investa yang dibentuk seiring dengan meningkatnya kebutuhan kayu untuk pasaran global yang diperkirakan mengalami kekurangan sebesar 3,20 juta meter kubik per tahun. Hal ini disebabkan perkembangan penduduk dunia dan semakin sempitnya kawasan hutan. Untuk mengejar ketertinggalan ini diperlukan terobosan baru dalam penyediaan kayu untuk memasok kebutuhan global yang mendesak.

Kawasan hutan tropis mengalami kerusakan yang hebat, penebangan tanpa mengindahkan kelestarian hutan menjadi penyebab utama masalah ini. Kerusakan hutan di kawasan tropis mengakibatkan timpangnya antara kemampuan supply dan kebutuhan kayu. Di samping itu kerusakan hutan juga berdampak pada kualitas lingkungan dengan terjadinya peningkatan suhu bumi akibat dari menipisnya kandungan oksigen bumi serta bencana alam lainnya berupa banjir dan kekurangan suplai air.

Kenyataan tersebut telah mendorong organisasi internasional perkayuan tropika (ITTO) yang menentukan masa depan perdagangan kayu tropika, telah mengumumkan beberapa langkah untuk melindungi hutan tropika.

Memasuki Milennium III, organisasi internasional perkayuan tropika ITTO mengenakan syarat melarang membeli kayu yang berasal dari hutan tropika, kecuali kayu tersebut merupakan hasil pengelolaan hutan yang didasarkan kepada asas kelestarian hutan. Oleh karena itu program pembudidayaan kayu secara intensif untuk menghasilkan kayu dengan nilai yang tinggi adalah sangat diperlukan.

Salah satu upaya untuk mengantisipasi kebutuhan kayu dunia yang dapat dilakukan adalah dengan cara meningkatkan produktivitas pohon dengan perlindungan tanaman dan teknik budidaya yang baik. Penerapan bioteknologi terpadu dapat mendeteksi sifat-sifat unggul tanaman berdasarkan pemetaan genetic (genetic mapping) untuk mengidentifikasi DNA yang mengendalikan sifat-sifat unggul tanaman, seperti laju pertumbuhan kerapatan serat kayu dan kelurusan batang.

Dibandingkan dengan jenis kayu yang lain, kayu jati lebih baik untuk mencapai tujuan tersebut. Kayu jati terkenal karena mempunyai daya guna yang lebih, mudah di dalam pengerjaannya, kekuatan dan keawetan yang tinggi serta mempunyai nilai dekoratif. Jati Bioteak adalah salah satu jenis tanaman jati unggul hasil pemuliaan kultur jaringan (bioteknologi) yang mampu menjawab tantangan di masa mendatang. Jati Bioteak memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jati lokal, selain daya tumbuhnya cepat, tingkat kelurusannya yang tinggi, juga warnanya yang disuka konsumen luar negeri dengan serat yang lurus.

Namun demikian belum banyak masyarakat yang menyadari bahwa investasi dalam pembuatan tanaman jati sangatlah menguntungkan. Oleh karena itu muncul ide untuk memasyarakatkan program tanaman jati ini.

Kondisi ekonomi Indonesia saat ini membutuhkan terobosan penciptaan bidang usaha yang dapat mengatasi berbagai kevakuman bidang usaha saat ini dan mempunyai keuntungan yang menjanjikan serta tingkat keamanan yang tinggi.

Salah satu bidang yang cukup prospektif untuk Indonesia saat ini adalah budidaya jati jumbo. Hal ini didukung oleh beberapa faktor antara lain ;

1. Produk jati jumbo mempunyai nilai jual yang tinggi akibat maraknya permintaan ekspor kayu olahan yang berbahan baku kayu jati.

2. Faktor-faktor produksi kayu di Indonesia sudah tercover, antara lain; manajemen, teknologi penguasaan tanaman jati, tersedianya lahan yang cukup luas yang tidak tergarap dan dibiarkan begitu saja, serta tersedianya tenaga kerja yang melimpah, yang merupakan asset yang dapat dimanfaatkan untuk pelaksanaan program usaha agroindustri berorientasi bisnis.

3. Pengembangan potensi yang ada di masyarakat dalam hal teknologi manajemen dan permodalan sehingga mampu menghasilkan produk yang luar biasa hasilnya bagi peningkatan taraf hidup.

4. Ketersediaan lahan mendukung pengembangan dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas hasil hutan khususnya kayu jati sehingga mempunyai nilai jual tinggi dan mendukung tercapainya asas kelestarian produksi.

5. Penyelengaraan yang relatif singkat (antara 7 sampai dengan 15 tahun) yang merupakan daya tarik tersendiri bagi para investor.

6. Kebutuhan perbaikan kualitas lingkungan hidup, antara lain produksi oksigen dan konservasi hutan, tanah dan air.

7. Otonomi daerah memicu setiap daerah untuk dapat memanfaatkan asset yang ada di masing-masing daerah guna memberikan atau menambah Pendapatan Asli Daerah guna membiayai pengembangan dan pembangunan daerahnya.

Faktor pendukung tersebut di atas memunculkan ide dan gagasan untuk memanfaatkan aset-aset tersebut secara optimal, yang akan memberikan dampak-dampak positif untuk pengembangan daerah, yaitu:

1. Pemberdayaan masyarakat, sehingga membuka lapangan pekerjaan bagi mereka untuk berkarya dan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya.

2. Peningkatan pendapatan masyarakat, sehingga meningkatkan kesejahteraan dalam usaha pengentasan kemiskinan

3. Pemenuhan bahan baku industri yang menggunakan kayu sebagai bahan baku produksinya.

4. Rehabilitasi lahan kritis, sehingga nantinya diharapkan daerah tersebut akan menjadi daerah penyangga air.



B. TUJUAN

Quantum Infesta Management telah menata seluruh kepentingan dana para investor yang akan berkecimpung dalam agrobisnis terutama pengelolaan perkebunan jati Bioteak dan produk lainnya dimulai dari perencanaan, pengembangan, pemasaran, dan mengelola seluruh aspek manajerial antara lain sumber daya manusia, peralatan, lahan dan tanaman.


TUJUAN UMUM

1. Mengembangkan upaya dalam rangka pemanfaatan sumber daya Pertanian secara optimal dengan Teknologi Tepat Guna.

2. Membantu pembangunan Ekonomi Daerah terutama di pedesaan melalui kesempatan bekerja yang berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan tarap hidup masyarakat terutama di pedesaan.

TUJUAN KHUSUS

1. Mendukung pemerintah dalam merealisasikan program rehabilitasi lahan kritis.

2. Memanfaatkan sumber dana yang ada dalam memperoleh tingkat keuntungan yang rasional, optimal dan maksimum dengan melakukan investasi real sektor melalui dukungan manajemen yang professional.




II. APA DAN BAGAIMANA INVESTASI ANDA

Jati Bioteak yang dikelola oleh  Quantum Investa Management memiliki berbagai keunggulan. Dengan Tim Manajemen dan para Tenaga Ahli yang bukan hanya memiliki kemampuan teoritis saja, namun praktek dan pengalaman di lapangan selama bertahun-tahun, makaeoleh Quantum Investa Management telah mampu menghasilkan tanaman jati yang tak terduga tingkat pertumbuhan dan kelebihannya.


Analisa Usaha Tani ini disusun berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:
  • Luas tanah minimal 1 ha
  • Jarak tanam 3 x 2,5 m
  • Jumlah pohon per hektar 1333 pohon
  • Periode produksi 7 s/d 15 tahun
  • Volume/ Diameter produksi 1 pohon pada usia :


    07-08 tahun = 0,2198 m3 Rp. 3.000.000,-
    10 s/d 12 tahun = 0,4945 m3 Rp. 5.000.000,-
    15 tahun = 1,0048 m3 Rp. 8.000.000,-
Pengeluaran
1. Biaya pembelian bibit @ 20.000,- Rp. 26.650.000,-
2. Pengolahan lahan, pembuatan lubang dan penanaman Rp. 22.500.000,-
2. Pemupukan selama 3 bulan @ Rp. 28.000,- x 1.333 bibit Rp. 37.324.000,-
Total pengeluaran biaya Rp. 86.474.000,-


JUMLAH KEUNTUNGAN BRUTTO

7-8 TAHUN
439,160,400 X 100% = 3297% = 33 X 13,320,000
10-12 TAHUN
823,342,500 X 100% = 12,362 % = 123 X 6,660,000
15 TAHUN
2,676,787,200 X 100% = 40,192% = 401 X 6,660,000











(Catatan : Keuntungan Brutto diatas harus dipotong 10% untuk biaya-biaya pemeliharaan)
berdasarkan statistik selama 25 tahun terakhir harga pohon jati meningkat 2 x lipat setiap 5 tahun. Asumsi harga dan pertumbuhan tertera diatas dapat meningkat/menurun + 25% tergantung pergerakan pasar - kondisi tanah tertanam dan perawatannya.

Penawaran Investasi Kebun Jati di desa Warung kiara, desa Bantar gadung Sukabumi
Harga penawaran tanah/m2 Rp. 20,000 s/d SERTIFIKAT ( SHM) Rp. 200,000,000,-
Harga 1333 bibit jati x Rp. 20,000,- Rp. 26,650,000,-
Pembersihan lahan, pembuatan lubang, pemupukan, pemasangan instalasi pengairan, selang, kran air utk penyiraman, perawatan selama 3 bulan pertama @ Rp. 600,000,-/ Bulan Rp. 25,000,000,-
Total Harga Rp. 251,650,000,-






III. PROFIL BUDIDAYA BIO TEAK


A. Tentang Jati Bioteak

Jati (tectona grandis) merupakan jenis tanaman kayu-kayuan yang banyak dibudidayakan orang sejak jaman dahulu kala, karena mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, yaitu harga jual yang tinggi. Nilai-nilai tersebut disebabkan antara lain karena kayu jati mempunyai sifat-sifat yang baik yakni mudah pengerjaannya, mempunyai kelas keawetan dan kelas kekuatan yang tinggi serta mempunyai nilai dekoratif.

Tanaman jati pada dasarnya cocok ditanam di daerah yang banyak mengadung kapur dan mempunyai perbedaan musim yang menyolok, karena dengan perbedaan musim akan menghasilkan kayu yang mempunyai motif yang indah (dekoratif).

Jati (Tectona Grandis, L.f.) termasuk dalam famili Verbenaceae. Tanaman ini memiliki daur yang panjang 60 sampai dengan 80 tahun, akan tetapi dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan berupa pengembangbiakan melalui tehnik kultur jaringan, daur tanaman jati ini bisa diperpendek menjadi 15 tahun.

Kultur Jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur Jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.

Jati Bioteak  yang dipelihara dengan baik akan tumbuh pesat. Pada umur 8 bulan ketinggian mencapai 10 s/d 12 meter dan umur 5 tahun diameter rata-rata mencapai 20 cm.

1. Karakteristik Utama Pohon Bio Teak
Salah satu karakteristik utama pohon Bio Teak adalah tingkat kelurusannya yang sangat tinggi dengan cabang dan ranting yang sangat sedikit. Ketinggiannya mencapai lebih dari 30 meter pada usia sangat tua. Batang utamanya sangat bulat dan kulitnya tidak terlampau kasar seperti halnya jati lainnya. Kayu yang dihasilkan pohon Jati Bio Teak memiliki warna kuning Kehijauan yang cerah dan diklasifikasikan sebagai kayu keras ringan dengan densitas sekitar 700 kg/ M3. Tekstur serat kayu Jati Bioteak cenderung lebih lurus sehingga mudah digunakan sebagai kayu dekorasi. Kayu Jati Bioteak yang usia dewasanya terlampaui akan kebal terhadap serangan rayap atau jamur dan juga tahan terhadap cuaca misalnya tidak membusuk akibat matahari atau hujan.

2. Proses Genetika Bio Teak
Temuan tanaman Jati Bio Teak merupakan hasil pengembangan benih (bibit) selama lebih dari 40 tahun. Bibit-bibit terbaik diseleksi dari bank bibit yang aneka ragam. Bio Teak-semai yang terbaik diseleksi untuk ditanam kembali di lahan penyemaian dimana bibit-bibit yang paling unggul dihasilkan untuk dipasarkan dan ditanam.
Dalam memproduksi bibit Bio Teak siap pakai, kontrol kualitas seleksi bibit dilakukan sangat ketat untuk mendapatkan hasil yang sangat baik dan unggul.

3. Persyaratan Lingkungan dan Cuaca
Pada dasarnya pohon Bio Teak membutuhkan persyaratan dan kondisi-kondisi sebagai berikut ;
- Sedikitnya terkena sinar matahari : 100 hari dalam setahun.
- Sedikitnya terkena curah hujan : 100 hari dalam setahun.
- Total curah hujan antara 1600 mm hingga 3000 mm dalam setahun.
- Kisaran temperatur antara 13o C pada malam hari hingga 40o C pada siang hari.
- Derajat keasaman (PH) antara 6,0 hingga 7,5.
- Jenis tanah ideal adalah lempung berpasir dengan aerasi (pengudaraan) yang baik dan lapisan tanah paling atas (top soil) sangat subur.


- Bidang lahan seminimal mungkin tidak bergelombang dan gradiennya (kemiringan) tidak lebih dari 20 derajat.
- Tanah di lahan Bio Teak tidak boleh terendam air.
Pada umumnya, persyaratan dan kondisi di atas dapat dipenuhi di wilayah geografis Indonesia, sehingga peluang penanaman Bio Teak sangat baik.

B. Aspek Non Ekonomis

Program penanaman lahan kritis dengan menggunakan pilihan tanaman keras yang berumur panjang (Bio Teak), akan mampu memperbaiki kondisi lingkungan yang tadinya gersang dan ditumbuhi semak-semak akan menjadi areal produktif. Program ini diharapkan mampu memperbaiki kondisi iklim mikro, struktur tanah, serta menjadi daerah resapan air yang mampu mencukupi kebutuhan air terutama pada saat musim kemarau.

Program rehabilitasi lahan kritis menggunakan tanaman yang bernilai ekonomis dan laku dipasaran, memerlukan manajemen yang professional. Tujuan tersebut sangatlah tidak mudah mengingat beratnya medan kerja dan banyaknya pihak yang berkompeten di dalamnya.

Kerja sama dengan pemerintah daerah sangat mutlak diperlukan terutama untuk membantu sosialisasi program, dengan jalan pendekatan-pendekatan kepada para tokoh masyarakat untuk bekerjasama mendukung dan melaksanakan program tersebut.

Penanaman jati Bio Teak merupakan jawaban atas kebutuhan perbaikan lingkungan hidup. Hutan akan mampu membentuk iklim mikro yang berbeda dengan sekelilingnya. Kekurangan air pada musim kemarau sedikit banyak akan dapat ditanggulangi apabila ada hutan yang berfungsi sebagai penahan dan lumbung air. Pembentukan hutan tanaman jati yang diprogramkan diharapkan mampu menjadi salah satu solusi terhadap dua bahaya alam tersebut. Jati Bio Teak sangat cocok untuk ditanam di daerah dengan kondisi dan struktur tanah cadas dan berkapur. Diharapkan dengan penanaman jati Bio Teak  nantinya struktur tanah akan dapat diperbaiki.

Aspek sosial ekonomi yang paling dapat dirasakan adalah terbukanya lapangan pekerjaan bagi warga atau masyarakat sekitar hutan. Pekerjaan penanaman jati Bio Teak akan melibatkan dan menyedot banyak sekali tenaga kerja.



C. Potensi Pasar

Kebutuhan terhadap kayu jati baik didalam maupun luar negeri (Asia, Eropa dan Amerika) diprediksikan dari tahun ke tahun akan selalu meningkat seiring dengan bertambahnya populasi penduduk dan pasokan akan kayu jati sendiri yang semakin berkurang.

Melihat potensi pasar, kayu jati Bio Teak mempunyai potensi pasar yang sangat prospektif untuk pasokan pasar internasional. Pasokan kayu jati baru terpenuhi + 20 % sedangkan total kebutuhan sebesar + 110 juta M3/ tahun. Dengan harga Internasional antara US $ 1.400 – 3.000/ M3 (FAO 1998) dilaporkan menurut data produksi kayu jati Perum-Perhutani adalah 800.000 M3 sementara kebutuhan kayu jati dalam negeri adalah 2,5 juta M3 sehingga pasar kekurangan pasokan jati sebesar 1,7 juta M3.

Laju kerusakan hutan di Indonesia sangat besar sedangkan disisi lain kebutuhan akan kayu maupun turunannya semakin meningkat sebanding dengan meningkatnya populasi manusia. Pada saat ini pun sudah sangat dirasakan kesenjangan yang signifikan antara permintaan pasar akan kayu jati dan kemampuan supply kayu tersebut.

Indikator hal tersebut adalah meningkatnya harga pasaran kayu jati dari tahun ke tahun yang melebihi skala inflasi yang ada, sehingga potensi pasar produk reboisasi yang berbasis jati jumbo (kultur jaringan) pasarnya akan selalu terjamin.


D. Bukan hanya Jati

Tumpangsari adalah suatu system penanaman yang mengkombinasikan lebih dari satu macam jenis tanaman, dalam lahan dan waktu yang bersamaan.

Tumpangsari adalah suatu bentuk usaha tani terpadu yang biasa dilakukan oleh para petani guna mengantisipasi kegagalan panen suatu komoditas utama yang diusahakan, dengan cara diversifikasi usaha tani. Disamping itu kegiatan ini juga dimaksudkan untuk dapat memberikan nilai tambah bagi penghasilan petani dengan semakin bertambahnya nilai produktivitas lahan. Dalam perkembangan berikutnya maka system ini dapat berbentuk Agroforestry atau lainnya tergantung kepada kebutuhan dan keadaan setempat.

Tanaman utama Bio Teak dapat dipadukan dengan tanaman semusim dalam satu areal secara bersamaan. Jenis-jenis tanaman semusim yang direkomendasikan sebagai tanaman campuran antara lain :

- Cabai (Capsicum Anuum)
- Terong (Solanum Melongena)
- Jagung (Zea Mays)
- Kacang-kacangan (Vigna spp, Phaseolus spp)
- Ketimun (Cucumis sativus)

Optimalisasi lahan sehingga bahaya erosi yang mungkin saja muncul pada awal-awal penanaman jati Bio Teak ini, dapat diminimalisir dengan pemanfaatan ruang kosong diantara jalur tanaman pokok menggunakan metode tumpangsari. Keuntungan lainnya adalah secara tidak langsung akan menekan pertumbuhan gulma serta menambah unsur hara dan nutrisi tanah.

Beberapa keuntungan sistem tumpangsari adalah sebagai berikut:

1. Mengantisipasi resiko kerugian yang disebabkan oleh fluktuasi harga komoditas utama.
2. Menghemat biaya operasional terutama dalam hal pemeliharaan dan pemupukan.
3. Meningkatkan produktivitas tanah dan memperbaiki sifat fisiknya.



IV. ASPEK-ASPEK PENANAMAN


Gambaran aspek-aspek pembudidayaan jati Bio Teak yang menjadi pegangan utama (standar operasi) bagi Quantum Infesta Manajemen di lapangan antara lain adalah:

A. Pemeliharaan
· Menghilangkan tunas-tunas calon cabang yang berlebihan agar tidak menghambat pertumbuhan.
· Membuat selokan air agar drainase baik.
· Menggemburkan tanah disekitar pohon untuk memudahkan pemupukan.
· Disiram bila musim kemarau, terurama pada umur 1-3 tahun.

B. Pemberantasan Hama dan Penyakit
Tingkat keberhasilan tanaman harus dapat dipertahankan sampai batas yang dikehendaki. Oleh karena itu perlu sekali pemantauan terhadap kondisi tanaman pada saat itu. Dalam skala penanaman yang luas, faktor penyebab kerusakan tanaman tidak dapat dihilangkan oleh karena itu harus dilakukan penekanan sampai pada tingkat sekecil mungkin.
Faktor penyebab kerusakan tanaman kadang-kadang berupa hewan, serangga dan ulat (hama) serta jamur dan gulma (penyakit). Oleh karena itu tindakan yang harus dilakukan untuk tetap menjaga tingkat keberhasilan tanaman adalah pemberantasan hama dan penyakit. Bahan yang digunakan adalah sama yang digunakan dalam kegiatan penyemaian dengan penyesuaian dosisnya yaitu
· Basudin 60 EC untuk mencegah serangan larva pada daun.
· Supracide 40 EC yaitu untuk mencegah atau membasmi serangan ulat grayak dengan konsentrasi 0,1 % - 0,2 %.
· Benlate T 20 WP yaitu untuk mengendalikan penyakit bercak daun, jamur karat pada daun dan penyakit blas daun.
· Daconil 7 WP yaitu untuk mengendalikan bercak daun, busuk daun, cacar daun dan sebagainya.
· Dithane M-45 80 WP yaitu untuk mengendalikan jamur penyebab dumping off, jamur penyebab busuk daun dan sebagainya.

C. Perlindungan dan Pengamanan
Lingkup kegiatan perlindungan dan pengamanan tanaman berdasarkan jenis kegiatan terbagi menjadi dua jenis kegiatan yaitu kegiatan perlindungan dan pengamanan. Kegiatan perlindungan bertujuan untuk melindungi tanaman dari gangguan hama dan penyakit, sedangkan pengamanan bertujuan untuk melindungi tanaman dari kerusakan akibat kebakaran, pencurian dan pengrusakan oleh hewan atau manusia.
· Perlindungan Tanaman : Kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan sarana dan prasarana yang ada sebelumnya. Jenis kegiatannya adalah melakukan pemeriksaan guna melakukan pengamatan dan pengawasan secara langsung terhadap situasi dan kondisi tanaman. Bila terjadi suatu gangguan serta serangan hama dan penyakit, maka akan segera diketahui untuk selanjutnya dilakukan tindakan pemberantasan sebelum menjalar ke tempat yang lebih luas.
· Pengamanan : Kegiatan ini bisa dikerjakan bersama-sama dengan kegiatan perlindungan tanaman. Usaha penanggulangan dari segala bentuk penyebab kerusakan tanaman dapat dilakukan sebagai berikut :
- Usaha pendidikan dan penyuluhan.
- Pengawasan secara terus-menerus.
- Mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah daerah setempat dan tokoh masyarakat.
- Menyediakan sarana dan prasarana pengamanan hutan yang cukup memadai.

D. Pengadaan Sarana dan Prasarana
Dalam kegiatan ini sarana dan prasarana yang harus disediakan adalah transportasi dan base camp. Sesuai dengan kondisi medannya yang miring sampai dengan terjal maka untuk sarana transportasi harus dipilih kendaraan yang memenuhi kriteria untuk kegiatan tersebut, sedangkan untuk base camp menyewa rumah penduduk yang sekiranya mudah dijangkau dan berada di pusat kegiatan program
Sarana dan prasarana yang harus disediakan dalam pengelolaan program ini yang harus ada dan harus dipenuhi berapapun besarnya skala kegiatan adalah gubuk kerja. Gubuk kerja adalah bangunan sederhana yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan dan peralatan serta sebagai tempat beristirahat sementara, Ukuran dan bentuk bangunan disesuaikan dengan anggaran biaya yang ada. Gubuk kerja letaknya diusahakan pada tempat yang paling strategis.
Sarana dan prasarana pengamanan hutan diadakan untuk memenuhi standar keamanan hutan. Sarana dan prasarana tersebut meliputi :
· Alat Pemadam Kebakaran
· Tangki atau bak penyimpanan air
· Alat-alat angkutan untuk medan berat
· Alat komunikasi
· Alat monitoring dan pengendalian areal yang luas.
· Program asuransi untuk asset perusahaan dan investasi bila diperlukan.


E. Teliti dan Transparan
Komitmen dan Professionalisme
Penghargaan kepada seluruh unsur Pendukung Usaha
Pengalaman telah menumbuhkan prinsip-prinsip pengelolaan yang meski tidak terkait langsung dengan objek bisnis yang dijalankan, namun kami percaya bahwa hal ini tetap membawa pengaruh bagi terciptanya professionalisme kerja dalam rangka mencapai kesinambungan usaha. 

Pedoman lain yang menjadi pegangan Quantum Investa Management adalah ketelitian dan transparansi. Teliti seyogyanya bukan hanya sekedar berkutat diatas kertas, namun juga dalam aplikasi kerja di lapangan. 

Tak dapat pula diabaikan komitmen kepada Investor dan Pekerja serta seluruh Mitra kerja dan konsep Transparansi yang relevan dan bertanggungjawab dalam seluruh aspek investasi menjadi salah satu pegangan utama Quantum Investa dalam mencapai tujuan usaha. 

Sedangkan penghargaan kepada seluruh unsur Pendukung usaha di lingkungan Internal maupun Eksternal harus selalu terbentuk tanpa memandang tingkat kedudukan. Prinsip ‘Manajemen yang Beradab’ dalam pengelolaan perkebunan kami yakini telah mengembangkan dan menjaga terhadap terpeliharanya hubungan terbaik dengan seluruh lapisan masyarakat yang secara tidak langsung juga terhadap keamanan aset.




V. DATA dan STUDI KELAYAKAN

Tabel I
Pertumbuhan Bio Teak

Bio Teak
Jati Lama




Umur 5 Tahun
Umur 5 Tahun
Tinggi
14 meter
Tinggi
2 meter
Diameter
20 Cm
Diameter
3,5 Cm
Nilai Ekonomis
Layak Jual
Nilai Ekonomis
Tidak Layak Jual


Umur 5 s/d 10 tahun
Umur 5 s/d 10 tahun
Tinggi
16-19 meter
Tinggi
3,5 meter
Diameter
30-40 Cm
Diameter
10 Cm
Nilai Ekonomis
Potong Jual
Nilai Ekonomis
Tidak Layak Jual


Tabel II
Dimensi Pohon Bio Teak Muda Berdasarkan Usianya

No.
Periode
Diameter
Tinggi
1.
6 Bulan
3 s/d 3,5 Cm
2,5 s/d 3 Meter
2.
10 Bulan
5 s/d 6 Cm
5 s/d 6 Meter
3.
18 Bulan
7 s/d 6,5 Cm
6,5 s/d 7,5 Meter
4.
20 Bulan
10 s/d 11 Cm
8,0 s/d 9,0 Meter
5.
30 Bulan
11 s/d 12,5 Cm
> 11 Meter


Tabel III
Dimensi dan Proyeksi Volume Pohon Bio Teak Dewasa
Berdasarkan Usianya

No

Periode
(Tahun)
Diameter
Tinggi Pohon
Volume per Pohon
(Penelitian Sabah)
Estimasi
Inti Resindo
1
Ke 5
20 Cm
14 meter
0.42 x 90 % = 0.38 M3

2
Ke 6 -- 7
24 Cm
15 meter
0.61 x 90 % = 0.55 M3
0.20 M3
3
Ke 8 – 10
30 Cm
16 meter
1.09 x 90 % = 0.98 M3
0.40 M3
4
Ke 11 – 12
36 Cm
18 meter
1.72 x 90 % = 1.55 M3

Catatan : Volume satu pohon diambil 90 % sebagai perhitungan konservatif.




PERHITUNGAN NPV
(ESTIMASI BIAYA OPERASI MULAI THN 5 MASIH
DAPAT DISESUAIKAN)



IR = 10%




PERIODE
Total tahun
Nilai Investasi
PV
n =
ke n
sampai tahun ke n

OUTFLOW




(133,171,500)


1
(149,604,000)
(149,604,000)
Rp149,604,000
2
(30,607,500)
(180,211,500)
Rp27,825,000
3
(23,769,375)
(203,980,875)
Rp19,644,112
4
(18,926,250)
(222,907,125)
Rp14,219,572
5
(18,339,563)
(241,246,688)
Rp12,526,168
6
(18,015,375)
(259,262,063)
Rp11,186,130
7
(18,015,375)
(277,277,438)
Rp10,169,210
8
(18,015,375)
(295,292,813)
Rp9,244,736
9
(18,015,375)
(313,308,188)
Rp8,404,305
10
(18,015,375)
(331,323,563)
Rp7,640,278
11
(9,007,688)
(340,331,250)
Rp3,472,853


NPV
Rp273,936,364
INFLOW



7

166,250,000
(Rp77,556,852)
10

1,425,000,000
(Rp499,453,807)



(Rp577,010,658.72)
10

500,000,000
(Rp175,246,950)

CASH INFLOW

Rp752,257,608.46

CASH OUTFLOW

(Rp307,177,535.52)

NET PRESENT VALUE
Rp445,080,072.94


IRR
25.90%







VI. KESIMPULAN dan PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari uraian dimuka maka dapat disimpulkan hal-hal berikut :
1. Program penanaman Bio Teak sangat layak untuk dilaksanakan. Kelayakan mana dapat dilihat dari berbagai tolok ukur, baik itu dari segi manajerial-teknis operasional maupun ekonomi-finansial dan sosial.

2. Dari segi manajerial maka penanaman Bio Teak tidak memiliki hambatan yang berarti, sebab pelaksanaan pekerjaan ini akan dikerjakan secara professional dengan melibatkan tenaga-tenaga professional pula. Perencanaan kegiatan dibuat sedemikian rupa dengan mempertimbangkan variabel-variabel yang ada sehingga secara operasional dapat dijadikan pedoman pelaksanaan yang akurat.

3. Dari segi teknis operasional maka program penanaman Bio Teak bukanlah suatu pekerjaan yang dirasa sulit, karena bukanlah merupakan pekerjaan yang baru. Tanaman jati Bio Teaksendiri dari segi budidayanya memang tidak ada perbedaan perlakuan bila dibandingkan dengan cara budidaya jati biasa.


4. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan kriteria B/C Ratio ternyata program ini mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi.


5. Karena sifat dari program ini adalah teknologi tepat guna dan padat karya maka sudah barang tentu akan sangat bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat, khususnya petani yang terlibat dalam program ini. Manfaat dimaksud antara lain tersedianya lapangan pekerjaan bagi penduduk yang saat ini dirasa semakin sulit dan yang lebih penting di saat ekonomi sulit dengan adanya program ini maka sedikit banyak akan menggerakkan roda perekonomian secara lokal dan secara nasional pada umumnya.

video-Teak Investation