GUNUNG KIDUL – “Dua puluh  tahun lagi,              banyak jutawan baru muncul di Gunung Kidul,” kata Samsudin  dari              Kantor Dinas Kehutanan Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta,  awal              pekan ini. Pernyataan Samsudin itu tak berlebihan. 
                          Kini, para petani di Gunung Kidul ramai-ramai menanam pohon  jati.              Hasilnya, 15-20 tahun lagi mereka akan panen, dan harga kayu  jati              yang dihasilkan bisa mencapai jutaan rupiah per meter  kubiknya.
             Petani di Gunung Kidul kini lagi “demam” menanam pohon jati.               Terlebih setelah pemerintah memulai gerakan nasional  rehabilitasi              hutan dan lahan (Gerhan) yang dicanangkan Presiden Megawati              Soekarnoputri, beberapa waktu lalu, di Gunung Kidul,  Yogyakarta.              Selain untuk mengembalikan fungsi hutan dan perbaikan  lingkungan,              Gerhan juga bertujuan membantu perekonomian rakyat kecil.  Caranya,              dengan menanam pohon berbagai jenis yang diberi gratis oleh              pemerintah.
Kegiatan Gerhan direncanakan selama 5 tahun dengan sasaran 3 juta hektare lahan. Perinciannya, tahun 2003, kegiatan Gerhan mencakup 300.000 hektare, tahun 2004 seluas 500.000 hektare, tahun 2005 sebanyak 600.000 hektare, tahun 2006 seluas 700.000 hektare, dan 900.000 pada 2007.
Lahan yang digunakan untuk kegiatan tersebut berada di luar kawasan (milik masyarakat), dan di dalam kawasan (milik negara). Pohon yang ditanam pun berbagai jenis, antara lain pohon jati, mahoni, melinjo, dan rambutan.
Kegiatan Gerhan direncanakan selama 5 tahun dengan sasaran 3 juta hektare lahan. Perinciannya, tahun 2003, kegiatan Gerhan mencakup 300.000 hektare, tahun 2004 seluas 500.000 hektare, tahun 2005 sebanyak 600.000 hektare, tahun 2006 seluas 700.000 hektare, dan 900.000 pada 2007.
Lahan yang digunakan untuk kegiatan tersebut berada di luar kawasan (milik masyarakat), dan di dalam kawasan (milik negara). Pohon yang ditanam pun berbagai jenis, antara lain pohon jati, mahoni, melinjo, dan rambutan.
             Pemilihan pohon yang ditanam tergantung dari kondisi lahan  dan              keinginan masyarakat. Di Gunung Kidul dan Bantul, misalnya,  sebagian              besar masyarakat memilih menanam pohon jati. Hal ini wajar  saja              sebab mereka akan memperoleh hasil yang relatif besar jika  pohon              jati tersebut telah berumur 15-20 tahun. 
“Menanam pohon jati sama dengan menabung. Sekarang saja satu meter kubik kayu jati paling tidak Rp 2 juta. Paling satu meter kubik dua pohon,” kata Radiyo, seorang petani di daerah Paliyan, Gunung Kidul, yang juga Ketua Kelompok Tani Ngudi Lestari I, saat ditemui di ladangnya, awal pekan ini.
Radiyo adalah salah satu petani yang terlibat kegiatan Gerhan di Gunung Kidul. Di daerah ini, pada tahun 2003, Gerhan dibagi dua, yakni kegiatan di dalam kawasan yang mencakup lahan seluas 250 hektar dan di luar kawasan 2.450 hektar. Dalam kegiatan Gerhan ini para petani yang tergabung dalam kelompok tani diberikan bantuan bibit pohon jati dengan berbagai sarana pendukung pertanian.
Untuk kegiatan Gerhan di dalam kawasan, setiap petani mendapat lahan garapan rata-rata seperempat hektare. Para petani tersebut berkewajiban menanam dan merawat pohon jati. Memang, petani tidak berhak memanen pohon jati tersebut. Namun, petani diberi kebebasan menanam berbagai tanaman palawija di lahan milik negara tersebut.
Selain itu, mereka juga diberi pelatihan dalam menanam dan merawat pohon jati, serta diberi pendampingan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), yang memberikan bimbingan dalam hal kelembagaan dan administrasi kelompok usaha tani.
“Menanam pohon jati sama dengan menabung. Sekarang saja satu meter kubik kayu jati paling tidak Rp 2 juta. Paling satu meter kubik dua pohon,” kata Radiyo, seorang petani di daerah Paliyan, Gunung Kidul, yang juga Ketua Kelompok Tani Ngudi Lestari I, saat ditemui di ladangnya, awal pekan ini.
Radiyo adalah salah satu petani yang terlibat kegiatan Gerhan di Gunung Kidul. Di daerah ini, pada tahun 2003, Gerhan dibagi dua, yakni kegiatan di dalam kawasan yang mencakup lahan seluas 250 hektar dan di luar kawasan 2.450 hektar. Dalam kegiatan Gerhan ini para petani yang tergabung dalam kelompok tani diberikan bantuan bibit pohon jati dengan berbagai sarana pendukung pertanian.
Untuk kegiatan Gerhan di dalam kawasan, setiap petani mendapat lahan garapan rata-rata seperempat hektare. Para petani tersebut berkewajiban menanam dan merawat pohon jati. Memang, petani tidak berhak memanen pohon jati tersebut. Namun, petani diberi kebebasan menanam berbagai tanaman palawija di lahan milik negara tersebut.
Selain itu, mereka juga diberi pelatihan dalam menanam dan merawat pohon jati, serta diberi pendampingan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), yang memberikan bimbingan dalam hal kelembagaan dan administrasi kelompok usaha tani.
             Radiyo dan anggota kelompok tani Ngudi Lestari I di Paliyan,  Gunung              Kidul, telah menuai hasil dari kegiatan Gerhan ini. Di  sela-sela              tanaman jati yang dikelolanya di lahan milik negara, Radiyo  dan              petani lainnya menanam palawija seperti jagung, kacang, dan  ketela              pohon. 
             “Lumayan, saya dapat enam kuintal (100 kilogram per  kuintal-red)              jagung, belum lagi nanti hasil panenan ketela pohon. Lumayan  untuk              menambah pendapatan,” kata Radiyo yang bersama kelompok tani  Ngudi              Lestari I mengelola lahan seluas 30 hektare milik negara di  petak              137, Paliyan, Gunung Kidul.
             Apa yang dikatakan Radiyo juga diamini Adi Suko (60 tahun),  ketua              kelompok tani Panca Karya yang mengelola lahan seluas 45  hektare di              petak 138, Paliyan, Gunung Kidul, tempat dimana Presiden  Megawati              mencanangkan Gerhan. Menurut Adi Suko, kehidupan mereka kini  lebih              baik dengan adanya kegiatan Gerhan. Selain mengelola lahan  milik              negara, mereka juga memiliki lahan sendiri yang juga  ditanami pohon              jati. 
             Bantuan Bibit
Kepada para petani, pemerintah membantu bibit pohon jati untuk ditanam di lahan mereka (di luar kawasan). Rata-rata setiap petani mendapat bibit 500 pohon.
             Bisa dibayangkan berapa hasil yang akan didapat jika pohon  jati              tersebut dipanen 15-20 tahun mendatang. Setiap pohon minimal  bisa              menghasilkan kayu jati rata-rata setengah meter kubik, dan  harganya              per meter kubik saat ini mencapai Rp 2 juta. Tak heran bila  di              Gunung Kidul nantinya akan muncul jutawan-jutawan baru lewat  pohon              jati. 
             Sebelum panen, para petani juga masih bisa memperoleh hasil  panenan              palawija yang bisa menghidupi mereka sebelum pohon jati  dapat              dipanen. “Persoalan yang masih kami hadapi adalah kebutuhan  air di              saat musim kemarau. Kami berharap dapat bantuan air pada  musim              kemarau agar tanaman jati tidak mati,” ungkap Adi Suko.             Persoalan air di Gunung Kidul di musim kemarau memang bukan  hal              baru. Namun, menurut Murbani dari kantor dinas kehutanan  Kabupaten              Gunung Kidul, pohon jati yang ditanam untuk kegiatan Gerhan  ini              adalah jenis lokal. Pohon jati lokal lebih bisa tahan air  dibanding              pohon jati jenis emas (super). Kualitas kayu jati lokal juga  lebih              bagus dibanding jenis emas yang dikembangkan lewat kultur  jaringan.
Soal bantuan air, menurut Samsudin dari dinas kehutanan Kabupaten Gunung Kidul, akan diberikan kepada para petani yang mengelola lahan di dalam kawasan. Namun, bantuan air baru dapt diberikan pada lahan yang lokasinya dekat dengan jalan.
Petani, lanjut Samsudin, sebenarnya punya cara agar tanamannya tidak mati kekeringan. Misalnya, dengan menutup sekitar pohon jati dengan batu, yang bertujuan memperkecil penguapan air. “Cara-cara tradisional masih diterapkan dalam mengatasi kekeringan, dan hasilnya cukup membantu karena pohon tetap hidup,” kata Samsudin.
             Soal bantuan air, menurut Samsudin dari dinas kehutanan Kabupaten Gunung Kidul, akan diberikan kepada para petani yang mengelola lahan di dalam kawasan. Namun, bantuan air baru dapt diberikan pada lahan yang lokasinya dekat dengan jalan.
Petani, lanjut Samsudin, sebenarnya punya cara agar tanamannya tidak mati kekeringan. Misalnya, dengan menutup sekitar pohon jati dengan batu, yang bertujuan memperkecil penguapan air. “Cara-cara tradisional masih diterapkan dalam mengatasi kekeringan, dan hasilnya cukup membantu karena pohon tetap hidup,” kata Samsudin.
Usaha Sampingan
             Kegiatan Gerhan di Yogyakarta, selain di Gunung Kidul juga              dilaksanakan di Kabupaten Bantul. Sepertihalnya di Gunung  Kidul,              para petani di Bantul juga antusias melaksanakan kegiatan  Gerhan              ini. Bahkan, mereka berharap pada Gerhan tahun 2004 ini  dapat              ditingkatkan, khususnya dalam pemberian bibit. Masyarakat  sendiri              siap menyediakan lahan yang akan digunakan untuk mendukung              terciptanya hutan rakyat.
Menurut Hardi Junarto, ketua kelompok tani hutan rakyat Hargo Sari, Desa Wukirsari, Imogiri, Bantul, anggota kelompok tani yang dipimpinnya sangat antusias mendukung kegiatan Gerhan ini.
“Kami tahu, hasil yang akan diperoleh nantinya sangat besar dan akan mengubah kehidupan kami di masa depan,” kata Hardo. Selain mendapat bantuan bibit pohon jati, kelompok tani yang dipimpin Hardo juga mendapat bantuan bibit pohon melinjo dan rambutan.
Menurut Hardi Junarto, ketua kelompok tani hutan rakyat Hargo Sari, Desa Wukirsari, Imogiri, Bantul, anggota kelompok tani yang dipimpinnya sangat antusias mendukung kegiatan Gerhan ini.
“Kami tahu, hasil yang akan diperoleh nantinya sangat besar dan akan mengubah kehidupan kami di masa depan,” kata Hardo. Selain mendapat bantuan bibit pohon jati, kelompok tani yang dipimpin Hardo juga mendapat bantuan bibit pohon melinjo dan rambutan.
             Kegiatan Gerhan di Bantul pada tahun 2003 sebagian besar  mencakup              lahan di luar kawasan seluas 2.450 hektare dengan bantuan  bibit              sebanyak 1.347.500 batang pohon yang terdiri dari pohon  jati,              melinjo, dan rambutan. Menurut Kasubdin Kehutanan Kabupaten  Bantul,              Parjono, pemberian bibit selain pohon jati, seperti melinjo,               dimaksudkan agar para petani juga dapat membuka usaha  sampingan              dengan membuat emping melinjo. Pohon jati merupakan tabungan  di masa              depan.
Kegiatan usaha sampingan ini juga diharapkan dapat dikembangkan oleh para petani di Gunung Kidul. Menurut Murbani dari dinas kehutanan Kabupaten Gunung Kidul, para petani di gunung kidul dapat mengembangkan usaha kecil dengan memanfaatkan hasil tanaman palawijanya. Misalnya, dengan mengembangkan keripik Patelo dari ketela pohon. “Selama ini, patelo banyak diminati dan pasarnya juga ada,” jelas Murbani.
Kegiatan usaha sampingan ini juga diharapkan dapat dikembangkan oleh para petani di Gunung Kidul. Menurut Murbani dari dinas kehutanan Kabupaten Gunung Kidul, para petani di gunung kidul dapat mengembangkan usaha kecil dengan memanfaatkan hasil tanaman palawijanya. Misalnya, dengan mengembangkan keripik Patelo dari ketela pohon. “Selama ini, patelo banyak diminati dan pasarnya juga ada,” jelas Murbani.
             Gerhan memang tidak hanya bertujuan untuk pelestarian  lingkungan dan              menciptakan kondisi hutan dan lahan yang dapat menjadi  sistem              penyangga kehidupan, tapi juga memiliki manfaat ekonomi.  Paling              tidak, dari kegiatan Gerhan ini akan tercipta lapangan kerja  sekitar              50.000 orang per tahun. Selain itu, dari 300.000 hektare  yang              menjadi target kegiatan Gerhan tahun 2003 akan dihasilkan  sedikitnya              kayu sebanyak 110-125 meter kubik per hektar yang nilainya  sekitar              Rp 13,6 triliun. Jumlah ini belum termasuk hasil yang  didapat petani              dari tanaman yang ditanam di sela-sela pohon.
Dari kegiatan Gerhan ini juga akan menumbuhkan usaha-usaha baru yang berkaitan dengan kehutanan dan wanatani. Misalnya, usaha industri kayu, kerajinan, jasa, dan perdagangan. Tak heran bila Pemda pun mendukung kegiatan ini.
“Kita mendukung kegiatan Gerhan karena hasilnya memang nyata, yaitu dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, yang tentunya akan berdampak langsung pada pendapatan daerah,” kata Bupati Bantul, Idham Samawi.
             (SH/m.nuryadi)Dari kegiatan Gerhan ini juga akan menumbuhkan usaha-usaha baru yang berkaitan dengan kehutanan dan wanatani. Misalnya, usaha industri kayu, kerajinan, jasa, dan perdagangan. Tak heran bila Pemda pun mendukung kegiatan ini.
“Kita mendukung kegiatan Gerhan karena hasilnya memang nyata, yaitu dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, yang tentunya akan berdampak langsung pada pendapatan daerah,” kata Bupati Bantul, Idham Samawi.
by teakinv                  
Copyright © Sinar Harapan 2003

0 komentar
Posting Komentar
Anda punya komentar tentang posting ini