Panen Tebang Pilih

Posted by Diposkan oleh QUANTUM INFESTA On Selasa, Maret 16, 2010


Oleh trubus




Kebun jati itu tampak rapat. Dengan jarak tanam 3 m x 3 m total populasi di lahan 2 ha mencapai 2.200 pohon. Pohon-pohon berumur 5 tahun seperti berlomba menggapai angkasa. Kanopi saling bersinggungan. Pemiliknya, Agustaman, berencana menjarangkan tahun depan. Diperkirakan dari1.100 pohon yang ditebang, pekebun di Cariu, Jonggol, Jawa Barat, itu akan menuai 330 m3 kayu.


Dengan penjarangan, pertumbuhan jati meningkat. Sebab, dengan berkurangnya populasi, terjadi perluasan ruang tumbuh. Kompetisi sesama pohon untuk mendapatkan unsur hara pun berkurang. Dampaknya, menurut Herta Pari, bagian Sumberdaya Hayati Perum Perhutani, penjarangan mempercepat pertumbuhan pohon.


Faedah lain, penjarangan memperbaiki struktur lahan. Intensitas sinar matahari meningkat. Itu mempercepat pelapukan daun-daun kering menjadi nutrisi bagi tanaman. Selain itu rumput tumbuh di sekitar tanaman sehingga struktur tanah lebih kuat dan tak mudah erosi.


Hingga panen terakhir, pekebun melakukan penjarangan hingga 4 kali yaitu ketika jati berumur 4, 7, 10, dan 12 tahun. Dengan penjarangan, jarak tanam yang semula 2 m x 2 m menjadi 8 m x 8 m ketika dipanen pada umur 15 tahun, kata Drs Yana Sumarna MSi, peneliti jati di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Menurut master Konservasi Hutan alumnus Institut Pertanian Bogor itu terdapat 4 jenis penjarangan: rendah, tajuk, mekanis, dan seleksi.
Empat kali


Dalam penjarangan rendah, tajuk terjelek dibuang. Yang dimaksud tajuk terjelek adalah cabang pohon yang sakit, mati, atau patah. Pekebun melakukan penjarangan rendah ketika tanaman berumur 4 tahun. Tajuk yang dipotong, acapkali muncul lagi. Oleh karena itu pekebun mesti menjarangkan lagi.


Penjarangan tajuk hanya memotong ranting atau cabang, pohon sama sekali tak ditebang. Kecuali bila tinggi pohon melebihi pohon lain. Penjarangan tajuk dilakukan ketika tanaman berumur 7 tahun. Penjarangan ini menghasilkan kayu yang bisa dijual menjadi tambahan pendapatan pekebun. Dari luasan 1 ha, penjarangan tajuk minimal menghasilkan 500 m3 kayu. Berbeda dengan penjarangan tajuk, penjarangan mekanis dimaksudkan untuk memperlebar jarak antarpohon. Pohon ditebang selang-seling atau yang berada pada jalur sempit. Sedangkan penjarangan seleksi, dilakukan terhadap pohon-pohon yang sesuai kriteria: berdiameter lebih besar, tajuknya rimbun, tanpa menghiraukan posisi maupun umur tajuk.
Wolf von Wulfing


Sebelum menebang, ada perhitungan khusus agar pertumbuhan pohon jati tersisa tetap subur, kata Herta. Tabel Wolf von Wulfing memegang peranan penting dalam perhitungan penjarangan pohon jati. Tabel itu berisi nilai bonita, yaitu kesuburan tanah berkaitan dengan jumlah, tinggi dan umur pohon.


Sistem tebang pilih sudah diterapkan Agus Michael Jocku, pekebun di Manokwari, Papua Barat, pada 1996. Sebelum penjarangan Agus menentukan jumlah pohon yang harus ditebang didua kebun. Kebun Agus masing-masing seluas 1 ha pertama dihuni 1.650 pohon dengan jarak 3 m x 2 m. Kebun lain berisi 3.333 pohon dengan jarak tanam 3 m x 1 m.


Menurut Agus jumlah pohon yang ditebang tidak boleh terlalu banyak, sebab mengakibatkan suhu tanah meningkat 2-3oC. Kenaikan suhu mendadak menyebabkan pengap sehingga pembentukan hidrat arang hasil fotosintesis berkurang dan menghambat pertumbuhan. Saat penebangan diusahakan tidak menimpa pohon sisa yang menyebabkan cabang patah atau luka. Jika terdapat luka, inger-inger, ulat pembusuk kayu jati akan menyerang. Dan sebaiknya dilakukan penjarangan sebelum pancaroba, atau peralihan musim kemarau ke musim hujan.
Banyak Pilihan Kayu Bangsawan





Hingga saat ini 10.000 jati genjah telah dikebunkan Parasman Pasaribu. Namun, rencana penanaman belum surut. Pekebun di Bakauheni, Lampung Selatan, itu berencana memperluasnya. Pada umur 5-7 tahun bisa dijarangkan dan panen berikutnya 3 tahun kemudian, ujar Parasman.


Panen cepat dengan mutu kayu prima memang menjadi alasan pekebun membudidayakan jati genjah. Bandingkan dengan jati konvensional yang dipanen pada umur 60-80 tahun. Walau begitu, warna dan kekuatan kayu jati genjah dan konvensional tidak jauh berbeda.


Hasil jati genjah rata-rata kayu kelas 2, Kata Yana Sumarna, periset Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor. Harganya hampir tak berbeda dengan kayu jati konvensional berumur sama. Sebab, kayunya tetap keras dan tidak getas. Berikut beberapa varietas jati genjah.
Jati emas plus


Sumber induk jati emas plus dari pohon jati genjah tertua di Indonesia. Saat diambil, batang itu baru berumur 5 tahun tetapi tingginya 10-15 m dan berdiameter 25 cm. Pucuknya dikulturjaringankan oleh PT Katama Surya Bumi (KSB), di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bibit hasil kultur jaringan itu tumbuh pesat. Terhitung setelah 6 bulan pertama penanaman, diameter meningkat 0,7 cm dan tinggi 12 cm/bulan. Pada penjarangan pertama pada umur 7 tahun, tinggi jati emas plus mencapai 15 meter dan diameter 27,5 cm. Setelah 15 tahun, jati emas plus siap dipanen dengan diameter 34 cm dan tinggi 17 meter.


Teksturnya kuat dan kokoh, mirip jati konvensional. Itu didapat jika dirawat secara teratur seperti pemupukan pada awal tanam, pembersihan gulma di sekeliling tanaman, dan pemetikan daun-daun tua. Salah satu pekebun yang menanam intensif adalah Noer Soetrisno, sekretaris Menteri Perumahan Rakyat. Ia memberikan pupuk kandang dan zeolit saat awal tanam hingga berumur setahun.


Saat daun bawah menguning, satu per satu dibersihkan agar nutrisi tidak terserap daun itu. Hasilnya, 7.200 jati emasnya di 4 kota menghasilkan keuntungan lebih dari Rp30-juta setelah 4 tahun penanaman. Jati emas tumbuh baik di daerah dengan 3-5 bulan musim kering. Suhu lingkungan 27-36oC dan curah hujan 2000 mm per tahun. Agar jati tumbuh optimal, pH 4,5-6. Menurut Sri Wahyuni dari KSB, hindari penanaman jati emas di lahan bekas singkong, pisang, dan sawah.


Lahan singkong mengandung sianida tinggi, bersifat racun, sehingga tanaman tumbuh kerdil. Sedangkan lahan bekas pisang dan sawah mengandung banyak air, sulit bagi jati membuat perakaran kuat. Walau begitu, jati emas berdaya adaptasi luas, tak hanya ditanam pada dataran rendah, tetapi juga dataran tinggi.
Jati jumbo


Jati jumbo lebih dikenal dengan nama jati solomon lantaran dikembangkan di Kepulauan Solomon, negara di sebelah timur Papua Nugini. Ciri khasnya daun tak terlalu lebar, tetapi tebal dan kuat. Tumbuhnya lurus ke atas. Pasangan daun serasi, berwarna hijau kebiruan. Batang tegak lurus, bulat besar, tahan penyakit, tumbuh sangat cepat, relatif sedikit percabangan, pucuk batang kuat, jarang patah karena badai atau hama, sehingga tanaman dapat tumbuh sempurna.


Tanaman jati jenis lain sering patah di pucuk, maka sosoknya bercabang-cabang. Penanaman cocok di daerah tropis bercurah hujan sekitar 1.000-2.000 mm/tahun, suhu 24-35oC, tanah berkapur, berketinggian di bawah 700 m dpl. Jati jumbo menyukai penyinaran matahari penuh. Oleh karena itu, idealnya jarak tanam 3-3,5 m, sehingga total populasinya 1.000-1.200 pohon/ha. Saat 6 tahun dilakukan penjarangan 500 batang.


Setiap pohon menghasilkan 0,25 m3 kayu dengan harga Rp 2-juta/m3. Itu berarti penjarangan setelah 6 tahun penanaman menghasilkan Rp250-juta. Volume panen lebih tinggi lagi pada umur 20 tahun, kata Teddy Pohan, staf pemasaran PT Tunas Agro Makmur, produsen bibit jati jumbo. Volume yang dihasilkan sekitar 750 m3 dengan mutu lebih baik sehingga harganya mencapai Rp4-juta/m3.
Jati plus perhutani (JPP)


Pada 1976, Perhutani mulai menyeleksi 600 jati unggul di seluruh Indonesia. Dua belas tahun kemudian, jati plus perhutani lahir dengan berbagai kelebihan seperti tumbuh lebih cepat, tahan penyakit dan adaptif di dataran tinggi maupun rendah. Itu termasuk lahan kritis yang tak bernutrisi, kata Harsono dari Pusat Pengembangan Sumberdaya Hutan, Cepu, Jawa Tengah. Tekstur kayu mirip jati konvensional walau tergolong kelas kekuatan III.


Ketika jati berumur satu tahun, tingginya 4 m dan keliling batang 12 cm. Pada umur tiga tahun, tinggi tanaman mencapai 8 m dan keliling batang rata-rata 26 cm. Saat dipanen pada umur 12 tahun, diameter batang sudah mencapai 23 cm dengan tinggi 14 m.
Jati super gama


Super gama berasal dari jati terbaik di Cepu, Jawa Tengah. Warna daun hijau kemerahan. Cara tumbuh maupun perawatan mirip dengan jati genjah lain. Menurut Ir Franky dari Gama Surya Lestari, produsen bibit super gama, tinggi tanaman setelah 3 bulan persemaian 70 cm. Pertumbuhannya mencapai 20 cm per bulan. Saat berumur 1 tahun tingginya 8 m.


Media tanam berupa pupuk kandang dan tanah berasio 1:1. Tempat yang paling cocok di ketinggian lebih dari 600 m dpl. Dengan jarak tanam 2 m x 2 m, total populasi 2.500 pohon/ha. Waktu panen perdana pada umur 7-8 tahun, diperkirakan produksinya 100 m3/ha. Sebab, penjarangan hanya menebang 25% dari total populasi. Saat itu, diameter mencapai 20-25 cm dan tinggi 15 meter. Sisanya, dipanen setelah berumur 13-14 tahun. Saat itu, tinggi pohon mencapai 21 m dengan diameter 30-33 cm. Artinya, panen yang diperoleh cukup singkat itu menghasilkan 450 m3 jati bangsawan.
Jati utama


Berbeda dengan jati genjah lainnya, jati utama diambil dari klon terbaik asal Muna, Sulawesi Tenggara. Lantaran teruji dengan iklim dan lingkungan di luar Jawa, varietas itu lebih cocok jika ditanam di luar Pulau Jawa. Areal penanaman diutamakan pada ketinggian kurang dari 700 m dpl. Cara tumbuh dan perawatannya mirip dengan jati lain.


Menurut pengujian PT Bhumindo Hasta Jaya Utama, pertumbuhan jati utama pada umur 2 tahun mencapai 2-4 meter dengan diameter batang 13 cm. Dengan jarak tanam 2 m x 2 m, total populasi 2.500 pohon per ha. Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 4-5 tahun. Saat itu, dari 1.250 pohon dengan diameter 15 cm dan tinggi 6-7 m menghasilkan 131 m3. Sisa 1.250 batang lainnya dipanen setelah berumur 15 tahun.

0 komentar

Posting Komentar

Anda punya komentar tentang posting ini