Implikasi UU No 32 Tahun 2009

Posted by Diposkan oleh QUANTUM INFESTA On Rabu, Mei 26, 2010

UU Penghapus Air Mata Lingkungan Hidup Indonesia yang Sudah Luka Parah
Oleh : Diki Elnanda Caniago (Mahasiswa S2 Magister Hukum UGM)


Tanggal : Selasa, 25 Mei 2010 PADA tanggal 3 Oktober 2009 dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , Negara Indonesia mempunyai suatu undang-undang baru dalam perlindungan lingkungan hidupnya . Sebelumnya, negara ini sudah mempunyai dua undang-undang yang mengatur tentang lingkungan hidup, yaitu UU No. 4 tahun 1982 dan  UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Keberadaan dua undang-undang sebelumnya yang dihasilkan dari rahim kesadaran akan pentingnya melestarikan lingkungan hidup oleh bangsa ini, apabila kita lihat dengan data serta fakta di lapangan sangat bertolak belakang. Lingkungan hidup kita sudah demikian parahnya. Indonesia sebagai negara dengan tingkat kehancuran hutan tercepat di antara negara-negara yang memiliki 90 persen dari sisa hutan di dunia. Indonesia menghancurkan luas hutan yang setara dengan 300 lapangan sepakbola setiap jamnya. Sebanyak 72 persen dari hutan asli Indonesia telah musnah dan setengah dari yang masih ada terancam keberadaannya oleh penebangan komersil, kebakaran hutan dan pembukaan hutan untuk kebun kelapa sawit.

Fenomena lain dapat membuktikan kepada kita bahwa: Banjir terjadi di mana-mana, hujan yang berlangsung hanya sekitar 15 menit sudah mampu merendam Jakarta, belum lagi Lumpur Lapindo yang tak berhenti menyembur, kemudian kebakaran hutan yang dipastikan menjadi tamu tetap bangsa ini apabila kemarau tiba. Ha ini semua mendorong kesadaran segenap elemen bangsa sehingga dilakukan koreksi yang menyeluruh terhadap UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk menggantikannya.

Melalui tulisan ini, penulis hendak menelaah lebih lanjut dari kacamata hukum serta penegakkan hukum terhadap UU baru ini, dimana ada beberapa titik yang benar-benar dapat menjadi harapan kita di dalam perlindungan lingkungan hidup, namun titik-titik ini juga merupakan tantangan bagi kita yang peduli terhadap lingkungan hidup. Mudah-mudahan, pemerintah serta didukung penuh oleh segenap lapisan masyarakat dapat memanfaatkannya.

Perbedaan mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Undang-Undang ini adalah adanya penguatan yang terdapat dalam Undang-Undang ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.
   
Pertama, dari penamaan undang-undang ini sudah dapat menunjukkan iktikad bangsa kita untuk melindungi lingkungan hidupnya,yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang sebelumnya bernama UU No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penambahan kata "Perlindungan", menampakkan arah kebijakan politik hukum dari keberadaan undang-undang ini. Disadari atau tidak, undang-undang ini lebih menegaskan keinginan bangsa dan negara ini untuk melindungi lingkungan hidupnya.

Titik-titik harapan dengan adanya UU No.32/2009
Titik pertama, adalah undang-undang ini ada mengatur tentang perencanaan. Suatu hal baru, yang sangat potensial untuk mewujudkan kelestarian lingkungan. Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan: inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion, penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).

Kenapa perencanaan sangat penting di dalam usaha perlindungan lingkungan? Ungkapan yang mengatakan "Jika kau gagal dalam merencanakan, maka kau telah merencanakan untuk gagal" tentu sesuai untuk memberikan gambaran betapa pentingnya perencanaan ini. Dengan adanya perencanaan yang matang dan tepat, tentu memberikan pedoman kepada pemerintah untuk mengambil kebijakan serta menentukan langkah-langkah selanjutnya.

Kalau diibaratkan, rencana yang akan dibuat ini tentu dapat menjadi "Rel" bagi jalannya lokomotif yang bernama "Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup". Rencana nantinya yang akan dibuat, disusun secermat mungkin dan sebaik mungkin. Yang tak kalah penting, konsistensi dari segenap pihak untuk melaksanakannya. Sebaik apapun rencana yang dibuat, tidak akan ada gunanya tanpa pelaksanaan.

Titik yang kedua, adalah dengan adanya Pasal 44 dari UU ini, yang berbunyi: "Setiap penyusunan peraturan perundangundangan pada tingkat nasional dan daerah wajib memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini".

Yang sangat mengganggu dan menghambat perlindungan lingkungan hidup selama ini adalah adanya ketidak harmonisan serta sinkronisasi di dalam perundang-undangan. Banyak undang-undang lain, yang berpotensi merusak lingkungan. Adanya ketentuan ini, dapat menjadi senjata ampuh, dimana undang-undang lain, haruslah disesuaikan dengan semangat perlindungan lingkungan. Sekali lagi, hal ini membutuhkan konstitensi dan ketegasan di dalam pelaksanaannya. Beranikah kita, mengambil sikap menghapus dan memperbaiki segenap undang-undang yang berpotensi merusak lingkungan? Penyebab masalah ini adalah Negara Indonesia termasuk ke dalam Negara berkembang. Penciptaan Perundang-undangan lingkungan tersendat terutama di negara-negara berkembang, karena bagaimanapun juga penciptaan peraturan yang ketat akan berarti memperlambat laju pembangunan yang menggebu.

Titik ketiga adalah Bertambahnya kewenangan Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup (PPNS LH) sebagai penyidik terhadap tindak pidana lingkungan hidup . Lebih jauh, penyidik PPNS LH ini bahkan dapat melakukan penangkapan dan penahanan terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup.  Tentunya, kewenangan yang lebih kuat ini sangat menunjang fungsi PNS LH dalam melakukan perlindungan lingkungan hidup.

Yang menjadi tantangannya adalah, bagaimana kualifikasi serta kemampuan dari PNS LH itu sendiri dalam melakukan tugasnya sebagai penyidik. Seorang PNS LH yang akan menjadi penyidik, bukan hanya menguasai bidang lingkungan hidup saja tapi juga harus menguasai bidang hukum dan hukum acara pidana. Selain itu, PNS LH ini haruslah seseorang yang memiliki intergritas dan kejujuran yang sangat baik. Kita tentu tidak ingin mengulang kasus "Gayus Tambunan" pada Kementerian Keuangan terjadi di dalam penegakkan hukum lingkungan.

Untuk kualitasnya dapat diperbaiki melalui sarana pendidikan berupa penataran, kursus/ latihan yang dilaksanakan secara terintegrasi antara aparat penegak hukum tersebut, dapat dibina persamaan persepsi, pengetahuan, dan pemahaman berbagai aspek lingkungan. Sedangkan untuk masalah integritasnya, yaitu masih adanya mafia peradilan dalam kasus perusakan lingkungan hidup, solusinya  untuk  pemerintah hendaknya lebih meningkatkan pengawasan baik internal maupun eksternal dari aparat penegak hukum. Kepada masyarakat juga hendaknya lebih berperan aktif lagi mengawasi tindakan-tindakan mafia peradilan tersebut.

Titik keempat, adalah adanya pembagian tugas dan wewenang pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah. .Kenapa hal ini menjadi sangat penting? Karena salah satu kegagalan di dalam penegakkan hukum lingkungan selama ini adalah adanya ketimpangan wewenang serta tugas antara pemerintah pusat dan daerah.

Pemerintah daerah/lokal selama ini seakan-akan tidak merasa mempunyai "tanggung jawab" dalam melestarikan lingkungan. Pemerintah daerah, seakan-akan dengan kewenangan dan otonomi yang dimilikinya untuk mengurus dan mengatur rumah tangga daerahnya sendiri bebas melakukan kebijakan tanpa harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Banyak daerah mengeluarkan kebijakan yang sangat eksploitatif serta berpotensi merusak lingkungan. Ada satu penelitian yang mengatakan, bahwa: 287 peraturan daerah di Jawa yang terkait pengelolaan sumber daya alam. Ternyata 148 peraturan daerah justru eksploitatif dan merusak lingkungan hidup sehingga meningkatkan risiko bencana . Hal ini tentulah sangat merugikan dan berpotensi merusak lingkungan hidup Indonesia. Adanya ketentuan baru ini, dengan memberikan pembagian tugas dan wewenang yang jelas dan tegas kepada masing-masing pihak menegaskan bahwa segenap pihak, tidak hanya pemerintah (pusat) yang mempuyai tugas dan wewenang melindungi lingkungan, namun daerah juga harus memperhatikan dan melindungi lingkungan hidup.
Demikianlah tulisan ini, dengan suatu harapan bahwa titik-titik peluang yang telah dituangkan di dalam undang-undang baru ini dimanfaatkan dengan maksimal oleh segenap pihak agar benar-benar dapat menghapus air mata lingkungan hidup Indonesia, "Lestari Lingkungan Hidup Indonesia!"(*) 

by teakinv

0 komentar

Posting Komentar

Anda punya komentar tentang posting ini